Label

Rabu, 09 Juni 2021

Eliminasi Kusta dan Frambusia di wilayah Lampung Tengah

Kusta adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh mycobacterium leprae yg menyerang kulit dan persyarafan dan mengakibatkan cacat yg serius.
Rapat Dinkes Lamteng bahas eliminasi Kusta dan frambusia.
Tahun 2021 secara bertahap kita akan dapat sertifikat bebas frambusia sehingga jikasudah siap akan mengusulkan ke who.
Selain frambusia penyakit sejenisnya adalah lepra / kusta yg masih dianggap penyakit kutukan, pe.yalit aib.dan di dunia kesehatan pe yakit ini terabaikan tetapi angka kesakitanya menanjak sehingga Dinkes menggejot untuk pencarian dan pencegahan u tuk menuju eradikadi atau angka nihil kasud kusta.
Peserta rapat Dinkes yang antusias mendengarkan materi.
Untuk kasus kusta dunia kita menempati urutan ketiga setelah India. 
Uniknya kusta juga masih banyak di kota besar seperti Jakarta dan Banten,daerah indinedia timur masih banyak dan merupakan kantong kusta di Indonesia.
A.Frambusia /Patek
Menyerang pada usia dibawah 15 th.
Penyskut kulit ini bisa mempengaruhi tulang dan meruoaksn penyakit kronik.bakteri tidak bisa menembus kulit sehat.sehingga butuh luka untuk masuk.lingkungan yg lembab kotor dan kumuh bisa membuat penyakit ini susah diberantas.
materi Inti :

FRAMBUSIA

By Will McBroto

 

Pengertian Frambusia

Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma.

Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termasuk penyakit menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema  palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang.Penyakit frambusia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Pemalang disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Pemalang dengan istilah “ora Patheken”.

Frambusia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.

Etiologi Frambusia

Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, tetapi dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, dan banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.

Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak – anak berusia di bawah 15 tahun. Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin, pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan, dimana kepadatan penduduk, kekurangan persediaan air, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat di mana – mana.

 Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah – daerah terpencil yang sulit dijangkau. Bisa dikatakan bahwa “penyakit frambusia bermula dimana jalan berakhir”.

Patofisiologi Frambusia

Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya menyerang kulit dan tulang.

Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah,  lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang  dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.

Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.  Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.

 Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:

a)      pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;

b)      secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;

c)      latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;

d)      tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,

 Cara Penularan Frambusia

Penularan  penyakit  frambusia  dapat  terjadi  secara langsung maupun tidak langsung, yaitu :

a)      Penularan secara langsung (direct contact) .

Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi  dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.

b)       Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .

Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenueyang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.

Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan, antara lain :

1.       Infeksi effective.

Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi efektif dapat terjadi jika Treponema pertenueyang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.

2.       Infeksi ineffective.

Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia

 Klasifikasi Frambusia

Frambusia dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain berdasarkan karakteristik Agen :

a)      Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.

b)      Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.

c)      Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.

d)     Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.

e)      Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.

f)       Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.

 Manifestasi Klinis Frambusia

Gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :

a)     Stadium I :

Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan  mirip  kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut, walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula, mikropapula, nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi. Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.

b)     Stadium II atau masa peralihan :

Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering  mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi  dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan, mudah bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah akral atau plantar dan palmar.

c)     Stadium III :

Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.

Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :

a)      Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.

b)      Tahap Inkubasi

Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu

c)      Tahap Dini

Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.

d)     Tahap Lanjut

Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).

e)      Tahap Pasca Patogenesis

Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan, yaitu :

1.      Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 %  dari penderita.

2.      Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.

3.      Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat kepada si penderita.

 Diagnosis

diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin) reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.

Pencegahan Frambusia

Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh dan menimbulkan gejala pada kulit, tulang dan persendian. Pada 10% kasus pasien stadium tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada tulang dan persendian. Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena infeksi pertama. Strategi pemberantasan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:

a)     Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan  penderita.

b)     Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan  dilakukan pencarian kontak.

c)     Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

d)     Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.

Pengobatan Frambusia

Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.

Menurut Departemen Kesehatan RI, bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penisilin, dan pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin.

Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :

a)      Bila sero positif  >50%  atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.

b)      Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.

c)      Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.

Pada anak sekolah untuk setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan  seluruh murid dalam kelas yang sama.

Dosis dan cara pengobatan sbb:

Umur

Nama obat

Dosis

PemberianMelalui

LamaPemberian

< 10 thn

Benz.penisilin

600.000 IU

IM

Dosis Tunggal

≥ 10 tahun

Benz.penisilin

1.200.000 IU

IM

Dosis Tunggal

 

Alternatif

< 8 tahun

Eritromisin

30mg/kgBB bagi 4 dosis

Oral

15 hari

8-15 tahun

Tetra atau erit.

250mg,4×1 hri

Oral

15 hari

>8 tahun

Doxiciclin

2-5mg/kgBB bagi 4 dosis

Oral

15 hari

Dewasa

100mg 2×1 hari

Oral

15 hari

 Demikianlah Paparan Ini semoga bermanfaat dan memberi pencerahan

Wasallam By Wills Mcbroto JR


Tidak ada komentar: